Warning: It is soooo extream. Read with precaution.
Hari ini, sekali lagi aku menekankan kepada anak-anakku. "Kita ini hanyalah alien."
Well, aku harus berbicara kepada mereka dengan bahasa yang mereka mengerti, tentu saja.
Mereka tahu apa itu alien. Mahluk luar angkasa, mahluk yang bukan berasal dari bumi. Yes, they do know it.
Daud juga tahu akan hal itu. "Aku ini orang asing di dunia...," Mazmur 119:19. Juga yang lainnya, "...bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini," Ibrani 11:13c.
Aku juga ingin anak-anakku tahu bahwa mereka juga sama dengan aku, sama-sama bukan penghuni di bumi ini. Suatu hari, kami akan kembali ke rumah kami.
Sama seperti alien yang ada dalam cerita-cerita mereka, kami berbeda dari penghuni dan penduduk asli.
Cara kami berpikir berbeda. Cara kami bertindak berbeda. Cara kami makan berbeda. Cara kami beribadah juga berbeda. Belum ahli, sih... tapi sedang menuju ke sana. Bagaimanapun, setelah dibesarkan di bumi, mau tak mau dia meninggalkan jejaknya dalam kami. Tak jarang jejaknya begitu dalam dan lebar. Juga keras. Terkadang tak terlihat, terkadang terlihat dengan sejelas-jelasnya. Ampun, deh.
Inilah aku dan keluargaku. Yep, suamiku juga alien. Dia lebih dahulu menjadi alien sebelum kami. Menyenangkan memiliki dia. Seringkali dia mengingatkan kami akan adanya bahaya yang tak terlihat, menunjukkan gua-gua gelap berisikan jebakan, membantu kami mengerti siapa musuh yang berusaha mengalihkan perhatian kami. Dia terlebih dahulu berjalan di jalan-jalan itu. Dengan lentera di tangannya, dia memperingati kami akan adanya sudut-sudut gelap yang harus dihindari, memperlihatkan jalan terjal tak terlihat yang harus dilewati, menggandeng tangan kami, dan menyayangi kami.
Kami keluarga alien. Maaf jika kaget. Tak bermaksud seperti itu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar